Minggu, 08 Januari 2017

Jukung Sebagai Kendaraan Sang Raja


Tahun Saka 1282, Badrapada. Sri Baginda Raja berangkat menuju Tirib dan Sempur. Nampak sangat banyak binatang di dalam hutan. Tahun Saka 1283 Waisaka, Sri Paduka Prabu berangkat menyekar ke Palah. Dan mengunjungi Jimbe untuk menghibur hati. Di Lawang Wentar, Blitar menenteramkan cita. Dari Blitar ke selatan jalannya mendaki. Pohonnya jarang, layu lesu kekurangan air. Sampai Lodaya bermalam beberapa hari. Tertarik keindahan lautan, menyisir pantai. Meninggalkan Lodaya menuju desa Simping. Ingin memperbaiki candi makam leluhur. Menaranya rusak, saat dilihat tampak miring ke barat. Perlu ditegakkan kembali agak ke timur. Perbaikan disesuaikan dengan bunyi prasati, yang dibaca ulang. Diukur panjang lebarnya, di sebelah timur sudah ada tugu. Asrama Gurung-Gurung diambil sebagai denah candi makam leluhur. Untuk gantinya diberikan Ginting, Wisnurare di Bajradara. Waktu pulang mengambil jalan Jukung, Inyanabadran terus ke timur. Berhenti di Bajralaksmi dan bermalam di Candi Surabawana. Paginya berangkat lagi berhenti di Bekel, sore sampai pura. Semua pengiring bersowang-sowang pulang ke rumah masing-masing. (Negarakertagama : Pupuh 61-62)

Pupuh 61 dan 62 Kitab Negarakertagama menjelaskan perjalanan Raja Hayam Wuruk yang menuju Blitar, dimana disebutkan untuk menghibur hati dalam rangka melepas penat di sela kesibukan memimpin kerajaan.

‘Refreshing’ yang dilakukan oleh Sang Baginda Raja ini dilakukan di Lawang Wentar, yang kini disebut Candi Sawentar di Blitar. Perjalanan dilakukan mendaki menunjukkan topografi yang menanjak karena berada di daerah pegunungan. Memang Candi Sawentar berada di lereng Gunung Kelud, yang kini berada di jalan antara Malang-Blitar.